javascript:void(0)

Rabu, 29 Juni 2011

Cinta Nggak Segampang Matematika

Kalau saja hidup ini segampang matematika, mungkin nggak banyak orang yang  akan terluka. Sepintas lalu  kayaknya kalimat ini pasti adanya cuma di sinetron, tapi  percaya deh kalimat ini memang terbukti  kebenarannya. Mungkin kamu bakal protes jika matematika –yang konon bisa bikin rambut  lurus jigrak-jigrak tanpa direbonding atau pake shampoo itu- menurutku “enggak susah”. Asalkan kita tahu rumus yang tepat,  sebenarnya soal-soal matematika tidak sengeri yang kita kira. Nah, bedanya dengan kehidupan kita : nggak ada rumus yang pasti tentang bagaimana cara membuat orang senang, alih-alih yang kita perbuat malah membuat orang bereaksi sebaliknya. Seperti kata pepatah, “Dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu” – sebenarnya kita toh benar-benar nggak tahu apa yang ada di dalam pikiran orang lain. Coba diingat-
ingat, pasti banyak kan dari kita pernah merasakan salah tingkah dan kebingungan menghadapi bermacam-macam polah tingkah orang lain? Rasanya badan jadi kaku dan dingin kaya diguyur air es dari langit. Kita merutuk dalam hati, andaikan ada rumus praktis (namun sayang, hidup bukanlah UMPTN) untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain. Jadi, matematika mungkin masih lebih gampang. Tapi kamu masih saja boleh  nggak sepakat, lho!
Kadang ini nggak ada hubungannya dengan jenis kelamin, namun tetap saja aku merasa bahwa diriku lebih rasional  dalam memandang hidup  dibandingkan dengan orang-orang lain. Bahkan memandang cinta sekalipun. Boleh jadi teman-temanku mengira aku adalah orang yang memandang  cinta dengan sinis; meskipun nggak benar seperti itu. Ada temenku yang bilang, “Udah dirasain aja apa  susahnya sih? Daripada
dipikir melulu”. Tapi aku tetep aja keukeuh untuk berpikir beberapa kali lagi, agar bisa jatuh cinta pada orang yang tepat. Karena  aku yakin bahwa jika kita jatuh cinta cuma bermodalkan perasaan dan hawa nafsu, kalau terjadi sesuatu yang buruk, rasanya pasti kaya kebanting ke lantai. Sakit. 
Bukan berarti aku nggak pernah jatuh cinta. Dulu aku pernah jatuh cinta ketika masih SMA. Aku inget banget waktu itu pas les komputer. Saat itu aku mengirim kartu dengan kalimat-kalimat romantis yang aku COPAS dari internet.  Akhirnya sewaktu hari pertama sekolah setelah liburan panjang semester ganjil. Aku bertemu dia. Wajahnya sudah merah saat melihatku. Temen-temen se-gank-nya sudah bersorak-sorak. Aku merasa aneh. Ada apa, ya? Ada yang kelepasan bilang, “Kamu suka sama si X, ya Sa?”
Pucet deh mukaku. Kok semua pada tahu ya?
Tanggapan si dia-yang-kucinta itu pun tampak dingin dan semakin menjauhiku sampai sekarang. Dia selalu menolak ajakan pertemananku di situs jejaring sosial. Padahal dulu pernah deket banget, kami sering diskusi mengenai pelajaran matematika, kimia, biologi dan fisika. Dia juga sering minta bantuanku pas lagi ada masalah dengan computer. Tapi ya mau bagaimana lagi, memang sudah resiko. Beberapa hari kemudian setelah kejadian  itu aku menyesal, kenapa juga kirim kartu seperti itu tanpa pikir panjang. Padahal  aku sebenernya cuma nulis “I Love U” doang. Nggak ada embel-embel “Maukah jadi pacarku” sama sekali, karena aku memang g punya apa-apa untuk modal pacaran. Ke sekolah aja yang jaraknya 8 km pake sepeda pancal sedangkan teman-temanku banyak yang pake sepeda motor. Kayaknya kejadian gini  cuma dialami oleh aku deh. Makanya pengalaman itu menjadi pegangan bagi aku untuk lebih bijaksana dalam memandang kehidupan ini. 
Bagiku, cinta itu memang misterius –dan  mungkin selamanya akan seperti itu. Kadang-kadang aku nggak pernah menemukan  alasan logis kenapa jatuh cinta bisa mengubah sikap orang seratus delapan puluh derajat.  Aku kenal seseorang yang sangat realistis tetapi tiba-tiba menjadi begitu melankolis ketika jatuh cinta, memandang senja dengan tatapan rindu, tersenyam-senyum  sendiri dalam perjalanan, dan rajin menyambangi kios bunga. Suatu kali dia mengeluh kepadaku bahwa pacarnya sangat cuek kepadanya. Tetapi buru-buru ia membuat pemakluman “Tapi nggak apa-apa, orang pisces kan emang biasanya gitu, kan?” Duh.., saya jadi khawatir kok bisa-bisanya orang serealistis dia bisa menghubung-hubungkan antara sifat dengan zodiak? Jika disuruh memilih, mungkin aku lebih suka hubungan pertemanan ketimbang percintaan –meski aku tahu bahwa suatu saat akupun pasti akan jatuh cinta (lagi). Kedengarannya klise, ya? Tapi aku punya alasanku sendiri kok! Sebenarnya ada perbedaan mendasar antara hubungan percintaan dengan hubungan pertemanan. Percintaan itu  dilandasi oleh rasa posesif (rasa ingin memiliki), sedangkan hubungan pertemanan didasari atas rasa saling percaya. Kamu boleh-boleh aja protes bahwa hubungan antar kekasih dilandasi atas rasa saling percaya. Tapi pasti kamu akan kesulitan untuk menerangkan dari mana datangnya rasa cemburu. Perasaan posesif itu yang kemudian melahirkan ritual wakuncar (waktu kunjung pacar) saban malam minggu. Coba deh, kamu pasti akan dicemberutin sama pacar kamu kalau malam minggu nggak “ronda” ke rumahnya. Rasa posesif yang berlebihan juga lah yang menjadi penyebab hubungan cinta jarak jauh akhirnya nggak berhasil. Bawaannya curiga dan cemburu melulu. Selalu aja bertanya, “Kamu lagi nggak sama siapa-siapa kan di sana?” Coba sekarang bandingkan dengan hubungan  teman. Kita kan nggak bisa protes bila sahabat kita memiliki sahabat lain selain kita? Itu hak-hak dia dong punya sahabat lain selain kita. Hubungan pertemanan juga menghasilkan sebuah ikatan unik yang menyebabkan kita bisa mengobrol akrab dengan teman kita yang mungkin sudah lama nggak kita jumpai. Pokoknya nyambung aja gitu. Nggak ada sama sekali perasaan cemburu. Mungkin ada sedikit perasaan dongkol, namun tetap nggak menjadikan kamu memutuskan hubungan dengannya sebagai seorang teman, bukan?  Kalau dengan pacar, jarang ketemuan, bisa-bisa dieleminasi deh!
Jadi, nggak salah bukan bila aku akhirnya lebih merasa hubungan antar teman lebih berharga daripada hubungan dengan kekasih. Banyak orang-orang spesial yang kujadikan sahabat, karena semata-mata aku meletakkan posisi sahabat lebih tinggi daripada kekasih. So.., jika suatu kali kamu menyatakan  perasaanmu kepada orang lain, dan ditanggapi dengan jawaban “Lebih baik kita  jadi teman saja, ya?”, seharusnya kamu
malah merasa lebih terhormat, dong.
Aku sedang sibuk menyelidiki misteri tentang cinta (kayak judul lagu, ya?). Cinta itu sebenernya nggak pernah memberi lebih. Bahkan nggak jarang cinta merenggut apa yang kita punyai : waktu, tenaga, pikiran, uang, dan masih  banyak lagi. Tetapi cinta membuat hidup kita lebih berharga. Sedikit yang diberikan oleh orang yang kita cintai terasa berharga. Kekasih kita menjadi sedemikian cantiknya, hingga Alisya Soebandono pun lewat. Orang lain akan menganggap kita gila. Kok bisa ya, cuma dibelikan semangkuk bakso saja senengnya selangit? Tapi orang yang kasmaran itu pasti menganggap cinta itu enak gila…
Dalam operasi matematika, cinta itu  adalah hubungan perkalian. Ahli-ahli kimia bilang cinta itu adalah katalisator. Dengan satu ucapan yang menghibur dari orang yang kita cintai, hati kita bisa melambung hingga ke negeri antah-berantah. Tetapi satu bentuk kekecewaan yang dilakukan oleh orang yang kita cintai pada kita, duh sakitnya pasti akan membekas sampai lama. Kita bisa jadi sangat terhibur karena cinta, namun sebaliknya
bisa juga menjadi sangat tersakiti oleh cinta. Menyedihkan sekali, bukan? Aku hanya bisa mengatakan, tanpa cinta pun hidup kita sudah membingungkan. Ini juga didukung oleh Hukum Termodinamika II, yang berbunyi entropi selalu positif, yang artinya : alam  termasuk manusia akan cenderung menuju ke arah ketidakaturan. So, sebenarnya tidak ada masalah dalam hidup, asalkan kita bisa mengendalikannya. Cinta nggak pernah bersalah kok! Baik-buruknya kualitas cinta itu tergantung pada kita, gimana cara kita menjalaninya. Pengalaman dan kegagalan yang dulu kan bisa menjadi cermin bagi kita agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Bagaimanapun juga, yang memisahkan antara kegagalan dan kesuksesan adalah usaha. Yah, tapi kita memang harus memulainya. Dan untuk itu modalnya cuma satu. Nyali. Nah, apakah kamu punya?
Apabila kita bertaruh untuk merasakan cinta dalam hidup kita, menurutku pilihan untuk mencoba jatuh cinta lagi tidaklah terlalu buruk.  Asyik sekali mengetahui dan belajar dari pengalaman orang lain  tanpa harus mencari apalagi membayar. Bukan hanya satu-dua orang saja yang bercerita tentang pengalaman cintanya lho. Meskipun kadang aku nggak benar-benar bisa menyelesaikan masalah dan bahkan merasakan perasaan mereka –karena bagaimanapun juga aku bukan orang yang benar-benar mengalami kejadian yang sama– tetapi dengan menjadi pendengar pun sudah cukup bagi mereka. Beberapa kali aku  malah berbuat terlalu jauh dalam hubungan percintaan orang lain. 
Meskipun hingga saat ini aku secara pribadi nggak begitu sepakat dengan pacaran –terutama cara pacaran remaja akhir-akhir ini yang kayaknya makin syuerem deh.., tetapi aku sama sekali nggak menentang cinta.  Cinta itu ibarat vitamin C. Bikin semangat dan memandang hidup jauh lebih baik. Cinta melahirkan sentuhan emosi yang bertingkat-tingkat pada simbol-simbol tertentu (contoh: bunga, warna pink, dll) –sesuatu
yang dulu tidak kupahami.
Kata Mas Guruh Soekarno Putra : Mahadaya Cinta!! Rugi kalau nggak pernah jatuh cinta!   Seperti dalam sebuah lirik sebuah lagu “love doesn’t have to hurt”: cinta nggak boleh saling menyakiti, menekan, apalagi memaksa. Ini berlaku untuk kedua belah pihak lho. Kamu nggak boleh menuntut orang yang kau cintai untuk memperhatikanmu terus-terusan, di lain pihak kamu juga nggak  boleh menuntut dirimu untuk terus-terusan
memaklumi orang yang kau cintai jika ia berkali-kali melakukan kesalahan yang sama. Cinta itu tetep ada batasnya. Kadang-kadang sebuah hubungan akan lebih baik jadinya apabila kita nggak berhubungan.
 Bisa jadi hingga akhir orang tidak akan pernah tahu misteri cinta. Mungkin pada saat rumus-rumus matematika telah terungkap semuanya, cinta masih berenang-renang dengan anggunnya di area ketidaktahuan dalam pikiran manusia dan orang-orang masih ramai membicarakannya. Namun mungkin itu lebih baik. Karena orang-orang akan selalu penasaran, bertanya, mencari, dan merasakan cinta. Cinta memang mungkin selamanya nggak akan lebih gampang daripada matematika. Tetapi bila kita bisa memperlakukan dengan bijaksana, cinta pasti akan jauh lebih menyenangkan ketimbang matematika.
Kamu sepakat?

Selasa, 28 Juni 2011

KEHIDUPAN LINIER

Kehidupan ini bagaikan garis linier, antara dunia dan akhirat merupakan satu garis yang bersambung. Kita lahir ke dunia, suatu saat akan mati, kemudian dibangkitkan (hidup) kembali di akhirat. Dunia merupakan kehidupan pertama sebelum mengalami kehidupan kedua di akhirat, semua tindakan di dunia harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti, gagal di dunia maka gagal di akhirat.
Istilah dunia-akhirat harus seimbang adalah konsep yang keliru, karena seimbang (balance) menggambarkan garis yang paralel bukan linier. Asumsi yang salah ketika dunia di isi dengan bekerja dan akhirat di isi dengan shalat, karena bekerja juga untuk meraih pahala sebagai bekal akhirat.
Dengan konsep kehidupan linier maka Islam tidak mengenal pemisahan kehidupan dunia dengan agama (sekuler). Semua sikap perilaku kita di dunia harus sejalan dengan kemauan Allah swt (syari’at) karena standar kelulusan di akhirat nanti dengan parameter syari’at, benar-salah syari’at yang menentukan.
Seorang teman beragama Budha yang sering di ajak diskusi menjelaskan bahwa dalam agama Budha kehidupan tidak berawal dan tidak berakhir, maksudnya tidak ada keyakinan datangnya kiamat. Seseorang yang telah mati jasadnya rusak tetapi ruhnya abadi dan pindah ke jasad yang baru (reinkarnasi). Jasad baru yang akan dimasuki ruh tergantung perbuatannya terdahulu. Manusia yang sering maksiat bisa saja berinkarnasi menjadi hewan, tetapi hewan yang baik bisa saja berinkarnasi menjadi manusia. Jika anda berfikiran nakal, maka pasti berharap berinkarnasi menjadi anjing pudel peliharaan artis cantik, di gendong, di belai, dimandikan, bahkan di ajak tidur bareng.
Setelah mengalami reinkarnasi, menjalani kehidupan, kemudian mati, selanjutnya reinkarnasi kembali. Begitu seterusnya (bisa ribuan tahun) hingga mencapai tingkat kesucian yang akhirnya menyatu dengan Tuhan, disini reinkarnasi berhenti. Bisa anda bayangkan betapa “capeknya” menjalani kehidupan reinkarnasi ini, hidup-mati-hidup lagi. Tidak ada harapan penghargaan (reward) atas perbuatan baik dan tidak khawatir terhadap sanksi (punishment) atas perbuatan jahat, penghargaan dan sanksi diberikan dalam bentuk reinkarnasi.
Berbeda dengan Islam, kita tidak boleh main-main dengan kehidupan di dunia jika tidak ingin menyesal nanti. Kesalahan yang telah di perbuat tidak ada peluang perbaikan setelah mati karena Islam tidak mengenal reinkarnasi. Taubat hanya bisa dilakukan di dunia jika sudah mati maka pintu taubat tertutup.
Sesungguhnya taubat yang di terima Allah adalah taubat orang-orang yang melakukan kejelekan karena kebodohan, kemudian mereka segera bertaubat (An-Nisa’ 17).
Jangan sampai menyesal sehingga memohon kepada Allah swt untuk dikembalikan ke dunia agar bisa melakukan amal saleh, tentu tidak akan dikabulkan oleh Allah swt.
Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal saleh terhadap apa yang telah kutinggalkan (dahulu) (Al-Mukminun 99-100).
Allah swt tidak membenci manusia yang berbuat salah karena mustahil ada manusia yang bebas dari kesalahan, ini fitrah manusia. Allah swt membenci manusia sombong yang tidak mau mengakui kesalahannya sehingga tidak mau bertaubat. Allah swt menyayangi manusia yang segera bertaubat setiap melakukan kesalahan, Allah swt membuka tangan lebar-lebar terhadap hamba-Nya yang bertaubat berapapun besar dosanya. Tentu saja taubat yang sungguh-sungguh (nasuha) dengan tidak mengulangi perbuatan yang sama.
Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’ (Az-Zumar 53).
Walhasil dengan konsep kehidupan linier, ada kehati-hatian dalam menjalani kehidupan, ada ukuran perbuatan yang diridhai Allah swt, ada rasa optimis berupa penghargaan atas perbuatan baik, serta ada kejelasan tujuan hidup yang akan di capai yakni syurga.
Sekarang anda bisa bandingkan kesempurnaan Islam bukan…
Walahua’lam

Jumat, 03 Juni 2011

bahaya kopi bagi wanita

Kopi adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh orang di dunia saat ini. Secangkir kopi, biasanya selalu menjadi minuman utama dalam keadaan santai ataupun di kala sedang menangani pekerjaan sehari-hari, dan juga menjadi menu utama dalam rapat-rapat atau pertemuan bisnis.
Sejumlah besar wanita, baik yang berprofesi sebagai pengusaha, artis, wanita, pedagang, public relations (PR), dikarenakan kebutuhan pekerjaan dan pergaulan sosial, juga mulai gemar minum kopi. Namun, kalangan kedokteran memperingatkan bahwa tidak baik minum kopi berlebihan bagi wanita. Dampaknya dapat diikuti di bawah ini.

Mudah kemandulan

Hasil penelitian mengungkapkan, bahwa wanita yang minum segelas kopi setiap hari lebih mudah mengalami kemandulan dibanding wanita yang tidak minum kopi. Ahli terkait pernah mensurvei 104 wanita yang mempunyai kebiasaan minum kopi, di antaranya lebih kurang 50 orang tidak mudah hamil. Di samping itu juga ada ahli kandungan berpendapat, bahwa ini hanya penelitian dalam ruang lingkup yang kecil, tidak bisa digunakan sebagai pembuktikan akhir dari efek khusus kopi terhadap kelahiran anak. Tetapi, peneliti menekankan bahwa jika tidak dapat menjelaskan sebab-sebab kemandulan dalam ilmu kedokteran, maka harus dipertimbangkan kemandulan berhubungan dengan kafein.

Resiko hambatan jantung

Para ahli ilmu kedokteran dari lembaga kesehatan umum Univesitas Boston AS telah mengadakan penelitian selama 4 tahun terhadap 858 wanita yang berusia usia 45-69 tahun yang pertama kali mengidap penyakit infark jantung dan 858 wanita yang belum pernah mengidap penyakit infark jantung. Hasilnya menunjukkan, bahwa kalau setiap hari mengonsumsi 5 gelas kopi atau lebih, dapat menyebabkan resiko infark jantung pada wanita meningkat 70 %, lagipula risikonya akan meningkat dan meningkat terus seiring dengan jumlah kopi yang diminum bertambah banyak.

Mudah sebabkan osteoporosis

Peneliti dari Universitas California AS telah mengadakan survei terhadap 980 wanita senja yang berusia antara 50-98 tahun, dan hasilnya ditemukan, wanita tua yang tidak mengkonsumsi susu namun minum lebih dari 2 gelas kopi dalam jangka panjang, tak peduli berapa usia dan tingkat kegemukannya, kepadatan tulang belakang dan tulang pangkal pahanya akan menurun, dan tingkat penurunannya berhubungan dengan panjang waktu mengkonsumsi serta jumlah kopi yang dikonsumsinya. Sebab, kafein dapat menyatu dengan kalsium bebas dalam tubuh manusia, dan dikeluarkan melalui air seni. Berkurangnya kalsium bebas pasti akan menyebabkan penguraian kalsium ikat, sehingga mengakibatkan osteoporosis atau tulang kropos.

Tidak baik bagi janin

Sejak awal tahun 1980-an, Doktor Kao Lin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS dalam sebuah percobaan menemukan, bahwa setelah mengumpani tikus sebanyak 12-24 gelas kopi kental takaran yang dikonsumsi orang dewasa setiap hari, tikus yang hamil akan melahirkan anak tikus yang cacat. Karena itu, atas nama Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, peneliti menasihati para wanita hamil: Sebaiknya untuk sementara berhenti minum kopi.

Sindrom tekanan darah tinggi

Penyakit ini adalah suatu penyakit khas wanita hamil, penderita memanifestasikan edema (busung air), tekanan darah tinggi dan kemih berzat putih telur, bila tidak segera dicegah dan diobati, dapat membahayakan keselamatan janin ibu. Sebuah penelitian di Australia menyatakan, bahwa walaupun setiap hari hanya minum beberapa gelas kopi saja dapat menaikkan tekanan darah. Karena itu, tidak baik bagi wanita hamil minum kopi.

Mudah timbul diabetes

Hasil survei dan analisis peneliti asal Finlandia dan Amerika menunjukkan bahwa kedua negara ini merupakan negara yang warganya lebih banyak mengkonsumsi kopi. Akibatnya, di kedua negara ini orang yang menderita penyakit kencing manis juga yang terbanyak. Di antaranya, jumlah konsumen kopi bangsa Finlandia menempati urutan pertama di dunia, dan penderita diabetes negara tersebut juga yang terbanyak di dunia.
Jumlah konsumen kopi di negara Eropa Utara juga cukup besar, dan orang yang menderita diabetes juga banyak. Sebaliknya, jumlah konsumen kopi bangsa Jepang paling sedikit di dunia, dan penderita diabetes juga paling sedikit. Menurut hasil analisis peneliti, bahwa kafein yang terkandung dalam kopi melalui pankreas dalam susunan janin, terutama hati dan otak besar janin, dapat mengakibatkan bayi yang dilahirkan kelak mungkin akan menderita diabetes.
Selain itu, baik laki-laki atau perempuan, minum kopi rata-rata dapat meningkatkan risiko mengidap penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan bahkan dapat menyebabkan gejala kecanduan. Jelaslah bahwa demi kebaikan pertumbuhan dan kelahiran serta pemeliharaan kesehatan dan mencegah penyakit, maka wanita perlu menghindari mengkonsumsi kopi secara berlebihan dalam jangka waktu yang panjang.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons